Senin, 24 Desember 2012



Alat Musik Tradisional Daerah Maluku
Tifa
Tifa adalah alat musik yang berasal dari maluku, Tifa mirip seperti
gendang cara dimainkan adalah dengan dipukul. Terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Bentuknya pun biasanya dibuat dengan ukiran. tiap suku di maluku dan papuamemiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing. Tifa biasanya dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional. Ini biasanya digunakan pada acara-acara tertentu seperti upacara-upacara adat maupun acara-acara penting lainnya.

Idiokordo

Idiokardo adalah alat musik yang seperti siter berdawai tiga dengan cara di petik. Alat musik ini disebut juga Tatabuhan.

Gong
Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong ini digunakan untuk alat music tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin gong seperti ini.
Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis. Di Korea Selatan disebut juga Kkwaenggwari. Tetapi
kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan dengan cara ditopang oleh kelima jari dan dimainkan dengan cara dipukul sebuah stik pendek. Cara memegang kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran gong dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan.

Arababu
Arababu adalah alat musik jenis rebab yang terbuat dari bambu, wadah gemanya terbuat dari kayu atau tempurung



Korno
Korno adalah alat musik yang dibuat dari siput yang dinamakan Fuk-fuk. Alat musik ini dimainkan dengan cara ditiup.



Alat Musik Tradisional Daerah Gorontalo
Polopalo
Gorontalo merupakan salah satu propinsi baru memisahkan diri dari provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2001, memiliki jenis kebudayan dan adat-istiadat yang beraneka ragam. Salah satu kesenian sebagai bagian dari kebudayaan daerah Gorontalo yang cukup terkenal yaitu musik tradisional Polopalo. Menurut masyarakat Gorontalo, musik tradisional Polopalo merupakan musik asli rakyat Gorontalo, namun pada perkembangannya, ternyata ditemui ada alat musik daerah lain yang hampir serupa dengan musik ini yakni alat musik Sasaheng dari Sangihe Talaud dan Bonsing dari Bolaang Mongondow.
Alat musik tradisional Polopalo merupakan alat musik jenis idiofon atau golongan alat musik yang sumber bunyinya diproleh dari badannya sendiri (Soeharto 1992 : 54). Jadi, ketika Polopalo tersebut dipukul atau sebaliknya memperoleh pukulan, bunyinya akan dihasilkan dari proses bergetarnya seluruh tubuh Polopalo tersebut.
Alat musik Polopalo adalah alat musik yang bahan dasarnya terbuat dari bambu, bentuknya menyerupai garputala raksasa dan teknik memainkannya, yakni dengan memukulkan ke bagian anggota tubuh yaitu lutut. Pada perkembangannya, Polopalo mendapatkan penyempurnaan pada beberapa hal,salah satunya adalah kini Polopalo dibuatkan sebuah pemukul dari kayu yang dilapisi karet agar mempermudah dan membantu dalam proses memainkan alat musik Polopalo. Hal ini memberi dampak selain tidak membuat sakit bagian anggota tubuh yang dipukul, juga membuat Polopal otersebut berbunyi lebih nyaring.
Pada era tahun 1960-an sampai sekitar tahun 1990-an, Polopalo biasanya dimainkan pada waktu – waktu tertentu, yang pada hari tersebut merupakan hari yang spesial menurut masyarakat Gorontalo, contohnya, pada waktu masyarakat daerah Gorontalo telah selesai melaksanakan panen raya atau pada waktu bulan t’rang (bulan purnama). Tradisi memainkan musik Polopalo dilaksanakan tanpa menunggu perintah atau komando, dalam hal ini masyarakat tergerak dengan sendirinya karena merasa harus bergembira bersama dalam mensyukuri hari yang indah atau hari yang spesial tersebut. Biasanya musik tradisonal Polopalo itu dimainkan kira-kira pukul 22.00 sampai pukul 01.00 waktu setempat.
Musik Polopalo saat ini agaknya kurang diminati masyarakat. Kemungkinan penyebabnya antara lain, alat musik ini hanya dimainkan sendiri denganvariasi nada terbatas. Untuk lebih diminati, kemungkinan pengembangannya pada bentuk komposisi musik, yang diharapkan dapat menggugah generasi muda sebagai penerus kebudayaan, yang sehari-harinya mereka banyak mengkonsumsi berbagai aliran musik baru yang beranekaragam. Oleh sebab itu pengambangan musik Polopalo diharapkan akan menghasilkan harmonisasi dan improvisasi variatif mengikuti perkembangan musik pada umumnya.
Bapak Arthur Galuanta, salah satu tokoh musik di Gorontalo mengasumsikan bahwa, sebenarnya alat musik Polopalo dapat dikembangkan dari 2 (nada) menjadi lebih banyak nada, dalam artian musik Polopalo dapat dikembangkan jenis organologinya sehingga akan menghasilkan beberapa buah alat musik Polopalo dalam bentuk dan nada yang berbeda. Setelah itu Polopalo yang telah menjadi beberapa buah nada tersebut, akan dimainkan oleh beberapa orang dengan menyesuaikan komposisi yang telah dibuat. Secara otomatis musik Polopalo dengan variasi nada kemungkinan sudah bisa memainkansebuah lagu. Variasi nada menjadi bahan pertimbangan ketika membuat komposisi, disesuaikan dengan sentuhan pengembangan yang telah kita nalarkan pada musik Polopalo tersebut.
Dapat ditemui dua macam Polopalo, yaitu Polopalo jaman dulu/tradisional dan Polopalo jaman sekarang ini/bernada. Polopalo jaman dulu hanya dimainkan sendiri atau solo sedangkan alat musik Polopalo sekarang ini dimainkan berkelompok dengan menggunakan komposisi dan aransemen.
Teknik memainkannya pun berbeda. Polopalo jaman dulu dimainkan dengan memukulkan alat musik Polopalo tersebut ke pemukul dan ke bagian anggotatubuh yaitu lutut secara beraturan, sedangkan alat musik Polopalo jaman sekarang ini dimainkan dengan memukulkan alat musik tersebut hanya ke pemukulnya saja. Namun teknik memainkan Polopalo sekarang ini jauh lebih menuntut kemampuan ritme dan musikalitas guna menyesuaikan dengan komposisi dan aransemen yang diberikan pada alat musik Polopalo.
Polopalo jaman dulu dan Polopalo jaman sekarang ini memiliki bahan dasar yaitu bambu. Bentuk keduanya sekilas menyerupai garputala raksasa. Perbedaan yang paling mencolok dari kedua jenis Polopalo ini yaitu terletak pada: Polopalo jaman sekarang ini tidak memiliki lubang pada pangkal Polopalo, sedangkan pada Polopalo jaman dulu terdapat lubang untuk membedakan warna bunyi. Namun pada Polopalo waktu dulu tidak terdapatnya proses penyeteman/’penalaan’, sedang pada Polopalo sekarang ini terdapat proses penyeteman yang dilakukan dengan meraut secara bertahap lidah Polopalo.
Perkembangan ini sesuai realita di daerah Gorontalo, dimana para pengrajin musik Polopalo melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang di dalam pola pikirnya telah dipengaruhi oleh berbagai perkembangan global dengan tuntutan kemajuan secara instan dari berbagai faktor, misalnya faktor ekonomi, sosial, dan teknik yang didalamnya ‘teknik’seni (musik).