Alat
Musik Tradisional Daerah Maluku
Tifa
Tifa adalah alat musik yang berasal dari maluku,
Tifa mirip seperti
gendang cara dimainkan adalah dengan dipukul. Terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Bentuknya pun biasanya dibuat dengan ukiran. tiap suku di maluku dan papuamemiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing. Tifa biasanya dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional. Ini biasanya digunakan pada acara-acara tertentu seperti upacara-upacara adat maupun acara-acara penting lainnya.
gendang cara dimainkan adalah dengan dipukul. Terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Bentuknya pun biasanya dibuat dengan ukiran. tiap suku di maluku dan papuamemiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing. Tifa biasanya dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional. Ini biasanya digunakan pada acara-acara tertentu seperti upacara-upacara adat maupun acara-acara penting lainnya.
Idiokordo
Idiokardo adalah alat musik yang seperti siter
berdawai tiga dengan cara di petik. Alat musik ini disebut juga Tatabuhan.
Gong
Gong merupakan sebuah alat musik pukul
yang terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong ini digunakan untuk alat music
tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin gong seperti ini.
Gong
yang telah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk
setelah dibilas dan dibersihkan. Apabila nadanya masih belum sesuai, gong
dikerok sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis. Di Korea Selatan
disebut juga Kkwaenggwari. Tetapi
kkwaenggwari
yang terbuat dari logam berwarna kuningan ini dimainkan dengan cara ditopang
oleh kelima jari dan dimainkan dengan cara dipukul sebuah stik pendek. Cara
memegang kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan
khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran gong
dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan.
Arababu
Arababu adalah alat musik jenis rebab yang
terbuat dari bambu, wadah gemanya terbuat dari kayu atau tempurung
Korno
Korno adalah alat musik yang dibuat dari
siput yang dinamakan Fuk-fuk. Alat musik ini dimainkan dengan cara ditiup.
Alat Musik Tradisional Daerah Gorontalo
Polopalo
Gorontalo
merupakan salah satu propinsi baru memisahkan diri dari provinsi Sulawesi Utara
pada tahun 2001, memiliki jenis kebudayan dan adat-istiadat yang beraneka
ragam. Salah satu kesenian sebagai bagian dari kebudayaan daerah Gorontalo yang
cukup terkenal yaitu musik tradisional Polopalo. Menurut masyarakat Gorontalo,
musik tradisional Polopalo merupakan musik asli rakyat Gorontalo, namun pada
perkembangannya, ternyata ditemui ada alat musik daerah lain yang hampir serupa
dengan musik ini yakni alat musik Sasaheng dari Sangihe Talaud dan Bonsing
dari Bolaang Mongondow.
Alat musik tradisional Polopalo merupakan alat
musik jenis idiofon atau golongan alat musik yang sumber bunyinya diproleh dari
badannya sendiri (Soeharto 1992 : 54). Jadi, ketika Polopalo tersebut dipukul
atau sebaliknya memperoleh pukulan, bunyinya akan dihasilkan dari proses bergetarnya
seluruh tubuh Polopalo tersebut.
Alat musik Polopalo adalah alat musik yang
bahan dasarnya terbuat dari bambu, bentuknya menyerupai garputala raksasa dan
teknik memainkannya, yakni dengan memukulkan ke bagian anggota tubuh yaitu
lutut. Pada perkembangannya, Polopalo mendapatkan penyempurnaan pada beberapa
hal,salah satunya adalah kini Polopalo dibuatkan sebuah pemukul dari kayu yang
dilapisi karet agar mempermudah dan membantu dalam proses memainkan alat musik
Polopalo. Hal ini memberi dampak selain tidak membuat sakit bagian anggota
tubuh yang dipukul, juga membuat Polopal otersebut berbunyi lebih nyaring.
Pada era tahun 1960-an sampai sekitar tahun
1990-an, Polopalo biasanya dimainkan pada waktu – waktu tertentu, yang pada
hari tersebut merupakan hari yang spesial menurut masyarakat Gorontalo,
contohnya, pada waktu masyarakat daerah Gorontalo telah selesai melaksanakan
panen raya atau pada waktu bulan t’rang (bulan purnama). Tradisi
memainkan musik Polopalo dilaksanakan tanpa menunggu perintah atau komando,
dalam hal ini masyarakat tergerak dengan sendirinya karena merasa harus
bergembira bersama dalam mensyukuri hari yang indah atau hari yang spesial
tersebut. Biasanya musik tradisonal Polopalo itu dimainkan kira-kira pukul
22.00 sampai pukul 01.00 waktu setempat.
Musik Polopalo saat ini agaknya kurang
diminati masyarakat. Kemungkinan penyebabnya antara lain, alat musik ini hanya
dimainkan sendiri denganvariasi nada terbatas. Untuk lebih diminati,
kemungkinan pengembangannya pada bentuk komposisi musik, yang diharapkan dapat
menggugah generasi muda sebagai penerus kebudayaan, yang sehari-harinya mereka
banyak mengkonsumsi berbagai aliran musik baru yang beranekaragam. Oleh sebab
itu pengambangan musik Polopalo diharapkan akan menghasilkan harmonisasi dan
improvisasi variatif mengikuti perkembangan musik pada umumnya.
Bapak Arthur Galuanta, salah satu tokoh musik
di Gorontalo mengasumsikan bahwa, sebenarnya alat musik Polopalo dapat
dikembangkan dari 2 (nada) menjadi lebih banyak nada, dalam artian musik
Polopalo dapat dikembangkan jenis organologinya sehingga akan menghasilkan
beberapa buah alat musik Polopalo dalam bentuk dan nada yang berbeda. Setelah
itu Polopalo yang telah menjadi beberapa buah nada tersebut, akan dimainkan
oleh beberapa orang dengan menyesuaikan komposisi yang telah dibuat. Secara
otomatis musik Polopalo dengan variasi nada kemungkinan sudah bisa
memainkansebuah lagu. Variasi nada menjadi bahan pertimbangan ketika membuat
komposisi, disesuaikan dengan sentuhan pengembangan yang telah kita nalarkan
pada musik Polopalo tersebut.
Dapat ditemui dua macam Polopalo, yaitu
Polopalo jaman dulu/tradisional dan Polopalo jaman sekarang ini/bernada.
Polopalo jaman dulu hanya dimainkan sendiri atau solo sedangkan alat musik
Polopalo sekarang ini dimainkan berkelompok dengan menggunakan komposisi dan
aransemen.
Teknik memainkannya pun berbeda. Polopalo
jaman dulu dimainkan dengan memukulkan alat musik Polopalo tersebut ke pemukul
dan ke bagian anggotatubuh yaitu lutut secara beraturan, sedangkan alat musik
Polopalo jaman sekarang ini dimainkan dengan memukulkan alat musik tersebut
hanya ke pemukulnya saja. Namun teknik memainkan Polopalo sekarang ini jauh
lebih menuntut kemampuan ritme dan musikalitas guna menyesuaikan dengan
komposisi dan aransemen yang diberikan pada alat musik Polopalo.
Polopalo jaman dulu dan Polopalo jaman
sekarang ini memiliki bahan dasar yaitu bambu. Bentuk keduanya sekilas
menyerupai garputala raksasa. Perbedaan yang paling mencolok dari kedua jenis
Polopalo ini yaitu terletak pada: Polopalo jaman sekarang ini tidak memiliki
lubang pada pangkal Polopalo, sedangkan pada Polopalo jaman dulu terdapat
lubang untuk membedakan warna bunyi. Namun pada Polopalo waktu dulu tidak
terdapatnya proses penyeteman/’penalaan’, sedang pada Polopalo sekarang ini
terdapat proses penyeteman yang dilakukan dengan meraut secara bertahap lidah
Polopalo.
Perkembangan ini sesuai realita di daerah
Gorontalo, dimana para pengrajin musik Polopalo melakukan berbagai cara untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang di dalam pola pikirnya telah dipengaruhi
oleh berbagai perkembangan global dengan tuntutan kemajuan secara instan dari
berbagai faktor, misalnya faktor ekonomi, sosial, dan teknik yang didalamnya
‘teknik’seni (musik).